Selasa, 29 November 2011

kim azkenazi

Kim Ashkenazi Juara Seri I di Lombok

Kim Ashkenazi Juara Seri I di Lombok

TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Kroser senior asal Australia Kim Ashkenazi yang telah berusia 37 tahun membuktikan usia tua bukan jadi penghalang untuk beprestasi. ‘Kanguru tua’ ini tampil sebagai juara di seri perdana Surya 12 Powercross Championship di Sirkuit GOR Turade, Mataram, Lombok , Nusa Tenggara Barat, Sabtu (21/5/2011) malam.
Dalam lomba berdurasi empat race yang masing-masing race menyelesaikan delapan putaran, Kim finis semuanya di posisi pertama . Dengan keberhasilan ini kroser yang membela tim Surya 12 Evalube INK KTM ini mengemas nilai 50.
Posisi kedua ditempati kompatriotnya Jack Ridley dari tim Domasari Bostar Bonaharto INK yang mendapat nilai 41. Di urutan ketiga juga kroser asal Australia Nick Sutherland dari tim Surya 12 Evalube INK KTM dengan nilai 36,5.
Menurut Kim dirinya harus menunjukkan prestasi karena harus bertanggungjawab dengan sponsor yang telah mengontrak dirinya. “Usia saya sudah tak muda lagi. Namun saya harus bisa menunjukkan bahwa usia tua bukan jadi penghalang untuk meraih prestasi kepada sponsor yang telah membayar saya,” ujarnya usai dinobatkan menjadi juara di seri pertama ini.
Dikatakan, kunci keberhasilannya adalah terletak pada kesiapan fisik. “Fisik harus tetap prima karena powercross ini sangat menguras tenaga. Disamping itu kita harus cermat saat start dimulai untuk langsung berada di posisi terdepan,” kata kroser yang memiliki kekasih orang Indonesia ini.
Di lomba powercross para kroser dituntut harus memiliki fisik yang prima sebab lomba berlangsung dalam empat race. Masing-masing race harus diselesaikan delapan putaran dan para kroser tidak diperkenankan untuk makan maupun minum saat istirahat yang hanya lima menit saja di tiap race.
Kroser nasional Aris Setyo berada di posisi kelima sedang rekannya Aldi Lazaroni di tempat kedelapan dan kroser tuan rumah NTB, Alexander Wiguna di peringkat 10.
Sementara juara nasional 2010 Agi Agasi mengaku ia masih beradaptasi dengan motor barunya Husqvarna. “Saya masih belum nyetel dengan motor baru. Mudah-mudahan untuk seri berikutnya sudah bisa beradaptasi,” ujar Agi yang tahun lalu menggunakan motor Honda.
Promotor Lomba Dira Sulanjana mengatakan, cukup puas dengan apresiasi dari masyarakat Mataram yang begitu membludak untuk menyaksikan lomba ini. Untuk seri kedua akan dilangsungkan di Malang, Sabtu (28/5/2011).

Sabtu, 19 November 2011

Aeb Dadang

 

Aep Dadang Supriatna

Tulang tua tak tergantikan

Gelaran Surya 12 MotoRiders Power Cross resmi berakhir Januari lalu. Lagi-lagi di puncak podium nasional bertengger Aep Dadang Supriatna. Pria kelahiran Bandung, 2 April 1978 ini adalah macan di atas lintasanberlumpur.
Ayah dua putra ini sejak kurun 2003 hingga 2006 adalah penguasa arena motokros Tanah Air. Di tingkat Asia, suami Ratih Dyah Supriatna ini selalu menempati posisi tiga besar. Tahun ini dia berada di peringkat kedua, di bawah kroser muda Australia, Lewis Woods.
“Saya memilih main aman. Yah maklum tulang tua. Lebih aman bermain demi mengamankan poin daripada ngotot yang ujungnya cedera,” ujarnya merendah.
Saat ini Aep adalah penerus sejarah kroser Bandung. Namanya mungkin sudah boleh disejajarkan dengan legenda Yamaha era 1970-an, mendiang Popo Hartopo.
Aep mulai melibas lumpur sejak masih usia belasan. Lapangan Gasibu, Bandung menjadi saksi raungan motor Aep yang sejak 1993 mulai ngepot di arena grasstrack dan meraup sejumlah gelar juara.
Usai merasa matang di grasstrack, Aep menjajal motokros usai lulus SMA. Itu atas dukungan sang ayah yang memberikan modal sebuah motor trail 125 cc seharga Rp15 juta-an.
Kiprah Aep semakin mulus setelah Rianto Sunarko, pemilik klub JESS Honda menggaetnya pada 1996. Insting Rianto tidak salah, hanya butuh setahun Aep menjadi runner-up nasional.
Ayah dari dua balita, Enzo Xavier Supriatna (3,5 tahun), Egen Xavier Supriatna (1 tahun) ini tidak sekedar jago kandang, dia pernah melibas sirkuit tanah di Belgia dan Australia.
Setelah itu Aep melesat tak terkendali. Beragam kejuaraan dia bekap. Hasilnya tentu saja sponsor datang antri menghampiri dan mendukung kiprahnya makin kencang di dunia motokros.
“Yang kurang tinggal sponsor helm nih,” ujarnya sembari menggosok lensa kacamata mata malam berkelir kuning buatan Oakley.
Berkat hasil bermain motokros, Aep sanggup membangun sirkuit motokros sendiri seluas sekitar 1,5 hektar di daerah Panyirapan, Soreang dengan dua orang mekanik pemeliharaan.
Di tempat itu dia mendidik kroser-kroser muda, salah satu anak didiknya, Willy Ahadasi yang baru genap 10 tahun meraih jawara motokros yunior tingkat nasional pada 2009.
‘Harapan saya Enzo dan Egen bisa menjadi penerus di dunia motokros. Tetapi kalau tidak bisa ya tidak apa-apa,” ujarnya enteng.